Edhi Prabowo Kritisi RUU Perdagangan

20-02-2013 / KOMISI VI

Naskah Akademik RUU Perdagangan dan Perindustrian menuai banyak kritik, tidak saja dari para pakar ekonomi, tapi juga dari Anggota Komisi VI sendiri yang sedang sibuk merumuskan dua UU di bidang perdagangan dan perindustrian. Kritik yang paling sering dilontarkan adalah persoalan penyerahan perdagangan ke mekanisme pasar dan kekhawatiran munculnya liberalisasi perdagangan.

Anggota Komisi VI DPR Edhi Prabowo dari Fraksi Partai Gerindra dalam wawancara eksklusifnya dengan Parlementaria, Selasa (19/2), di Gedung Nusantara I DPR RI, menegaskan, isi Naskah Akademik RUU tersebut sangat bertentangan dengan konstitusi kita. “Ekonomi diserahkan ke pasar. Jelas-jelas itu bertentangan dengan Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945,” tandasnya. Apalagi, dalam draf Naskah Akademik itu, WTO ditempatkan pada hirarki tertinggi perdagangan kita, bukan menempatkan kepentingan nasional.

“Kalau kita mau membuat UU, saya pikir negara mana pun pasti mengutamakan kepentingan nasional dan rakyatnya. Kalau itu sudah dilakukan, barulah kita bicara go internasional,” katanya.

 Edhi mengaku masih menunggu pembicaraan dan perkembangan lanjutan soal ini. Draf RUU yang ditawarkan pemerintah, lanjut Edhi, masih harus dikritisi dan didalami lagi. Hanya ada dua pilihan, yaitu mengembalikan ke pemerintah atau draf ini disesuaikan dengan kontitusi.

Di Amerika saja, ungkap Edhi, pemerintahnya tidak mau melepas 100% ekonominya ke mekanisme pasar. Sektor pertaniannya masih dilidungi. Bahkan, bank-bank yang bermasalah dibantu. Sementara menyinggung soal perjanjian perdagangan internasional yang mungkin mengarah ke liberalisasi perdagangan, Edhi melihat, tidak salah mengakomodir itu. Dalam perjanjian perdagangan internasional ada klausul-klausul yang bisa digunakan untuk kepentingan nasional.

Sepanjang klausul perjanjian perdagangan dengan dunia internasional tidak melanggar konstitusi, kapan pun bisa dilakukan. Namun, jangan karena ingin mencari mitra dagang internasional, lalu kepentingan rakyat Indonesia dinafikkan.

“Kalau pada akhirnya rakyat kita sengsara, lebih baik tidak usah berteman dengan negara lain. Kita harus lindungi kepentingan nasional kita. Kita harus lindungi masyarakat Indonesia. Sehingga dengan adanya UU ini, rakyat kita akan semakin makmur,” harapnya mengakhiri perbincangan. (mh)/foto:iwan armanias/parle.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...